BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan dengan berbagai potensi
bakat, minat, kreativitas yang unik serta dinamis. Tentu dengan semua itu
harus ada usaha atau kewajiban untuk mengembangkan baik itu dari kecerdasan
majemuk, kecerdasan spiritual, maupun kecerdasan emosional. Agar emosi yang
dimiliki menjadi manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain maka emosi
tersebut harus dikembangkan dengan cara yang positif. Dewasa ini dapat kita
lihat kebanyakan dari kita cenderung menganggap emosi itu hanyalah suatu sikap
kemarahan yang tidak memiliki manfaat. Padahal yang di kategorikan emosi
bukanlah hanya marah saja, bahagia atau tertawa, sedih atau menangis juga
disebut emosi. Sejak dilahirkan kedunia manusia sudah mengalami perkembangan emosi,
contohnya saat bayi lahir maka hal pertama yang dilakukannya ialah menangis.
Menangis juga salah satu bentuk emosi. Maka dari manusia mengalami perkembangan
emosi sejak dilahirkan hingga saat meninggal. Dalam perkembangan itu tentunya
banyak mengalami hambatan atau rintangan yang dihadapi yang dapat
menghambat serta mempengaruhi proses tersebut. Maka dalam makalah
ini penulis akan membahas perkembangan emosi secara lebih detail yang disertai
dengan faktor-faktor penyebab timbulnya emosi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Emosi
Perbuatan atau tingkah laku kita sehari-hari
pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang
atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak
senang yang terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari
disebut warna afektif. Warna afektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah,
atau kadang-kadang tidak jelas (samara-samar). Dalam hal warna afektif tersebut
kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih
terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi. Disamping perasaan senang atau
tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cinta,
marah, takut, cemas, dan benci.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda,
tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, emosi dan
perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan,
akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat
dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi.
Contohnya marah yang ditunjukan dalam bentuk diam. Jadi, emosi adalah
pengalaman efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan
mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang nampak. Emosi adalah
warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Dalam
emosi pribadi seseorang telah demikian dipengaruhi hingga individu pada umumnya
kurang dapat atau tidak dapat menguasai diri lagi. tingkah laku perbuatannya
tidak lagi memperlihatkan sesuatu norma yang ada dalam hidup bersama, teruji
telah memperlihatkan adanya gangguan atau hambatan dalam diri individu. Seseorang
yang mengalami emosi sering tidak lagi memerhatikan keadaan sekitarnya sesuatu
keaktifan tidak dikerjakan oleh individu pada keadaan normal, kemungkinan akan dikerjakan
pada saat individu dalam keadaan emosi. Dengan demikian maka emosi dipandang
sebagai perasaan yang grundal lebih besar kekuatannya.[1]
B. Karakteristik
Perkembangan Emosi
. Secara
tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak berada dibawah tekanan sosial
dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang
mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja
mengalami masa badai atau tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja
mengalami ketidak stabilan dari waktu kewaktu sebagi kosekuensi usaha
penyesuaian diri terhadap pola prilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola
emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah
cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan
lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derejat rangsangan yang
membangkitkan emosinya, dan khususnyapola pengendalian yang dilakukan individu
terhadap ungkapan emosi mereka.
Remaja sendiri menyadari bahwa aspek-aspek emosional dalam
kehidupan adalah penting. Untuk selanjutnya berikut ini dibahas beberapa
kondisi emosional seperti cinta, gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan
dan kesemasan.
a. Cinta/kasih
sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah
kepastiannya untuk mencintai seseorang dan kebutuhannya untuk mendapatkan
cintadari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan
kemampuan untuk memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang
lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya. Remaja
membutuhkan kasih saying dirumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka
alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah maka sikap menentang
mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada
waktu pertama kali mengolok-olok mereka karena mencukur kumisnya, adanya
perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tidakan yang kurang bijaksana.
Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja,
yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapakan cinta dari orang lain.
Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun
kebutuhan-kebutuahan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja
yang memberontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan
besar memungkinkannya disebabkan oleh kurangnya rasanya cinta dan
dicintai yang tidak disadari.
b. Gembira
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang dialami selam remaja, jika
menghitung hal-hal yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai cerita
yang panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan emosional
remaja.
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira
sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan
takut atau tingkah laku problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa bahagia
akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja
mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia
jatuh cinta dan cintanya mendapat sambutan (diterima) oleh yang dicintai.
c. Kemarahan dan Permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah
dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai
seorang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting di
antara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan
kepribadiannya. Pertama, di antra emosi-emosi ini adalah cinta, dimana kita ketahui
bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan pribadi yang
sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya
seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Mendekati saat mencapai remaja, dia telah melalui banyak fase dalam
perkembangan emosional, antara lain dalam kaitannya dengan perbuatan marah dan
cara mengatakan kemarahan itu. Kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan timbulnya
rasa marah kurang lebih sama, tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan
pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan rasa marah
atau meningkatnya penguasaan kendali emosional. Banyaknya hambatan yang
menyebabkan anak kehilangan kendali terhadap rasa marah, sedikit berpengaruh
pada kehidupan emosioal remaja. Tetapa rasa marah tersebut akan berlanjut
pemunculannya apabila minat-minatnya, rencana-rencananya, dan
tindakan-tindakannya dirintangi.
Dalam memahami remaja, ada 4 faktor yang sangat
penting sehubungan dengan rasa marah.
1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha
manusia untuk memiliki dirinya dan menjadikan dirinya sendiri. Meskipun marah
seringkali tampak tolol dan tidak terkendali, namun rasa marah akan terus
berlanjut sepanjang ada kehidupan, dan sangat berfungsi sebagai usaha individu
untuk menjadi seorang individu sesuai dengan haknya. Selam masa remaja, fungsi
marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi bebas/independent, dan
menjamin hubungan antara dirinya dan pihal lain yang berkuasa.
2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mncapai masa
remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian
menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa sikap
kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi sisa kemarahan masa lalu.
Sikap-sikap permusuhan mungkin berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau
kecenderungan untuk merasa tersiksa. Sikap-sikap permusuhan dapat juga tampak
dalam suatu kecenderungan untuk menjadi curiga dan keengganan atau menganggap
bahwa orang lain tidak bersahabat dan mempunyai motif yang jelek.
Sikap-sikap permusuhan mungkin tampak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura;
remaja bukannya menampakan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukan
keinginan yang sangat besar.
3. Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali
tampak dalam bentuk yang samara-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai
sebagai alat kemarahan.
4. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa
hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling sulit
dipahami.[2]
d. Ketakutan
dan Kecemasan
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia
telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut
berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah
teratasi, tetapi banyak yang masih ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul
karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan
perkembangan remaja itu sendiri.
Semua
remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa di antara mereka merasa
takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang
mengalami rasa takut secara berulang-ulang dengan kejadian dalam kehidupan
sehari-sehari. Beberapa orang dapat mengalami rasa takut sampai
berhari-berhari atau bahkan sampai berminggu-minggu.
C. Teori-teori
emosi
Bagaimana hubungan antara emosi dengan
gejala gejala kejasmanian, yaitu apakah emosi yang menimbulkan gejala-gejala
kejasmanian atau sebaliknya gejala-gejala kejasmanian yang menimbulkan emosi.
Mengenai hal ini adanya pendapat yang satu berbeda dengan yang lain, justru
pendapat yang ada bertentangan dengan pendapat yang lain. Pendapat ini sering
dikenal dengan teori-teori emosi.
Ada
dua pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan,
bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pendapat yang
empristik mengatakan, bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar.
Salah satu penganut paham navistik adalah rena Descartes (1596-1650). Ia
mengatakan bahwa sejak lahir manusia telah memiliki 6 emosi dasar, yaitu:
1. Cinta
2. Kegembiraan
3. Keinginan
4. Benci
5. Sedih,
dan
6. Kagum
Di pihak kaum
empiristik dapat kita catat nama William james (1842-1910) (amerika serikat) dan
carl lange (Denmark). Menurut pandapat dan teori ini emosi adalah hasil
persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai
respon terhadap rangsangan–rangsangan yang datang dari luar. Gejala-gejala
kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi oleh individu merupakan gejala
kejasmanian. Menurut teori ini orang tidak menangis karena susah, tretapi
sebaliknya ia susah karena menangis. Atau bila seseorang melihat harimau, maka
reaksinya adalah peredaran darah semakin cepat karena denyut jantung makin
cepat, paru- paru lebih cepat memompa udara, dan sebagainya. Respon –respon
tubuh ini kemudian dipersepsikan dan
timbullah rasa takut. Jadi, orang itu berdebar-debar bukan karena takut setelah
melihat harimau, melainkan karena berdebar- debar, maka timbul rasa takut.
Mengapa rasa ini
timbul ? hal ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar, orang
yang bersangkutan dari pengalaman-pengalamannya telah mengetahui bahwa harimau
adalah makhluk yang berbahaya maka jantungnya berdebar- debar karena, karena
itu debaran jantungnya dipersepsikan sebagai takut.
Teori dari james
lense ini lebih menitikberatkan hal-hal yang bersifat perifir daripada yang
bersifat sentral. Dan teori ini sering pula disebut sebagai paradoks dari
james. Sementara itu, banyak para ahli mengadakan eksperimen-eksperimen untuk
menguji sampai sejauh mana kebenaran teori james lange ini, ahli- ahli tersebut
antara lain sherington dan cannon, yang umumnya menunjukkan bahwa apa yang
dikemukakan oleh james tidak tepat.
Kemudian teori
emosi lain dikemukakan oleh cannon, dengan teorinya yang dikenal dengan teori
sentral. Menurut teori atau pendapat ini segala kejasmanian merupakan akibat
dari emosi yang dialami oleh individu, jadi individu mengalami emosi terlebih
dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam fisiknya.
Teori emosi lain
adalah teori kepribadian, menurut pendapat atau teori ini ialah bahwa emosi
merupakan suatu aktivitas pribadi. Dimana pribadi ini tidak dapat dipisah-
pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah.karena
itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian teori ini
dikemukakan oleh J. linchoten.
Tokoh empiris
lain yang mengemukakan teori emosi adalah wilhem hundt ( 1832- 1920), tetapi
berbeda dengan W. james menyelidiki mengapa timbulnya emosi, w. wundt
menguraikan jenis-jenis emosi. Menurut E. wundt ada tiga pasng kutub emosi,
yaitu:
1. Lust-unlust (senang- tak senang )
2. Spanning-losung (tegang-tegang)
3. Eeregung-berubigung
( semangat-tenang)
D.
perubahan-perubahan pada tubuh saat terjadi emosi
Terutama
pada emosi yang kuat, seringkali terjadi perubahan-perubahan pada tubuh kita, antara
lain :
a.
Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
b.
Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
c.
Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut
d.
Pernafasan: bernafas panjang bila kecewa
e.
Pupil mata: membesar bila marah
f.
Liur: mengering kalau takut atau tegang
g.
Bulu roma: berdiri kalau takut
h.
Pencernaan: mencret-mencret kalau tegang
i.
Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau
bergetar
j.
Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena
emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
E. Menggolongkan emosi
Membedakan
satu emosi lainnya dan menggolongkan emosi lainnya dan menggolongkan
emosi-emosi yang sejenis kedalam suatu golongan atau satu tipe sangat sukar
dilakukan karena hal- hal berikut ini :
1)
Emosi yang sangat mendalam, misalnya sangat marah atau sangat
takut menyebabkan aktivitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif.
Dalam keadaan seperti ini sukar menentukan apakah seseorang itu sedang takut
atau sedang marah.
2)
Penghayatan, satu orang yang dapat menghayati satu macam emosi
dengan berbagai cara. Misalnya, kalau marah seseorang akan gemetar ditempat, tetapi
lain kali ia memaki-maki, atau mungkin
lari.
3)
Nama emosi, nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis
emosi biasanya didasarkan oleh sifat rangsangannya, bukanb pada keadaan
emosinya sendiri. Jadi, takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya
yang menjengkelkan.
4)
Pengenalan emosi. Pengenalan emosi secara subjektif dan
intropekstif sukar dilakukan, karena selalu saja ada pengarh dari lingkungan.[3]
F. Pertumbuhan emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi,
seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan
proses belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis, tetapi ia harus
mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat tertawa, setelah anak itu
sudah lebih besar, maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat
digunakan untuk maksud- maksud tertentu atau untuk situasi tertentu.j
Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya
emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam
bentuk menangis meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak menunjukkan
perbuatan apapun, jadi dapat disimpulkan emosinya sedang dalam keadaan normal
(netral).
Tiga bulan kemudian baru tampak
perbedaan. Pada saat ini terdapat dua eksminitas,yaitu rasa tertekan atau
terganggu dan rasa senang atau rasa gembira. Senang atau gembira, merupakan
perkembangan emosi lebih lanjut yang tidak terdapat pada waktu lahir.
Pada usia lima bulan, marah dan benci
mulai dipisahkan dari rasa tertekan atau terganggu. Usia tujuh bulan mulai tampak
perasaan takut. Antara usia 10-12 bulan perasaan bersemangat dan kasih sayang
mulai terpisahkan dari rasa senang. Makin besar anak itu, makin besar pula
kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya semakin rumit.
Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi pada usia satu
tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh prose
belajar.[4]
Pengaruh kebudayaan besar sekali
terhaadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudaan diajarkan cara
menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan,
sehingga expresi t6ersebut dapart dimengerti oleh orang-orang lain dalam
kebudayaan yang sama. Klineberg pada trahun 1933 menyelediki
literatur-literatur cina dan mendapatkan berbagai bentuk expresi emosi yang
berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia barat. Expresi-expresi itu antara
lain
·
Menjulurkan lidah kalau keheranan
·
Bertepuk tangan kalau khawatir
·
Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia
Yang juga dipelajari dalam perkembangan
emosi adalah objek-objek dan situasi-situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang
anak yang tidak pernah ditakut-takuti ditempat gelap, tindakan takut kepada
tempat yang gelap. Pria amerika jarang menangis pada peristiwa-peristiwa
seperti perkawinan, gagal ujian, dan sebagainya. Tetapi pria perancis lebih
mudah untuk mencucurkan air mata dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Warna efektif pada seseorang memengaruhi
pula pandangan orang tersebut terhadap objek atau situasi disekelilingnya. Ia
dapat suka atau tidak menyukai suatu. Misalnya, bentuk yang paling ringan. Dari
pada pengaruh emosi terhadap pandangan seseorang mengenai situasi objek
dilingkungannya. Sikap yang bias positif, yaitu setuju, suka, senang terhadap
sesuatu (misalnya sikap seseorang mahasiswa terhadap mata pelajaran yang disukainya),
atau bias juga negative, yaitu tidak setuju, anti, muak, benci, terhadap
sesuatu ( misalnya, sikap orang amerika berkulit putih terhadap orang amerika
berkulit hitam).
Sikap pada seseorang, setelah beberapa
waktu, dapat menetap dan sikap untuk di ubah lagi, dan manjadi prasangka.
Prasangka ini sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku, karena ia
mewarnai tiap- tiap perbuatan yang berhubungan dengan suatu hal, sebelum hal-
hal itu sendiri muncul dihadapan orang- orang yang bersangkutan.
Sikap yang disertai dengan emosi yang
berlebih–lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap
negative terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak
berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perbuatan atau tingkah laku kita sehari-hari pada umumnya
disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak
senang. Perasaan senang atau tidak
senang yang terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari
disebut warna afektif. Warna afektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah,
atau kadang-kadang tidak jelas (samara-samar). Dalam hal warna afektif tersebut
kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih
terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi.
Ada
dua pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan,
bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pendapat yang
empristik mengatakan, bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Salah
satu penganut paham navistik adalah rena Descartes (1596-1650). Ia mengatakan
bahwa sejak lahir manusia telah memiliki 6 emosi dasar, yaitu:
1. cinta
2. kegembiraan
3. Benci
4. Sedih,
dan
5. Kagum
6.
keinginan
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai
periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama
karena anak berada dibawah tekanan sosial dan mereka menghadapi kondisi baru,
sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Rahman,S., 2008, psikologi suatu
pengantar dalam perspektif islam, Jakarta: kencana.
Rakhmat,J.,
2000, psikologi komunikasi, bandung : PT. Remaja Rosda Karya, edisi revisi, cet XV
Prof.dr.h.djaali,
2009, psikologi pendidikan,
Jakarta:bumi aksara
http://febryandhikar.blogspot.com/2012/03/3-unsur-tentang-cinta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar