Selasa, 22 April 2014

Psikologi: Perkembangan Emosi



BAB 1
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan dengan berbagai potensi bakat, minat, kreativitas yang unik serta dinamis. Tentu dengan  semua itu harus ada usaha atau kewajiban untuk mengembangkan baik itu dari kecerdasan majemuk, kecerdasan spiritual, maupun kecerdasan emosional. Agar emosi yang dimiliki menjadi manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain maka emosi tersebut harus dikembangkan dengan cara yang positif. Dewasa ini dapat kita lihat kebanyakan dari kita cenderung menganggap emosi itu hanyalah suatu sikap kemarahan yang tidak memiliki manfaat. Padahal yang di kategorikan emosi bukanlah hanya marah saja, bahagia atau tertawa, sedih atau menangis juga disebut emosi. Sejak dilahirkan kedunia manusia sudah mengalami perkembangan emosi, contohnya saat bayi lahir maka hal pertama yang dilakukannya ialah menangis. Menangis juga salah satu bentuk emosi. Maka dari manusia mengalami perkembangan emosi sejak dilahirkan hingga saat meninggal. Dalam perkembangan itu tentunya banyak mengalami hambatan atau rintangan yang dihadapi yang dapat menghambat  serta mempengaruhi proses tersebut.  Maka dalam makalah ini penulis akan membahas perkembangan emosi secara lebih detail yang disertai dengan faktor-faktor penyebab timbulnya emosi tersebut.










BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Emosi
      Perbuatan atau tingkah laku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak  senang yang terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samara-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi. Disamping perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, dan benci.
      Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda, tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang ditunjukan dalam bentuk diam.  Jadi, emosi adalah pengalaman efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang nampak. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Dalam emosi pribadi seseorang telah demikian dipengaruhi hingga individu pada umumnya kurang dapat atau tidak dapat menguasai diri lagi. tingkah laku perbuatannya tidak lagi memperlihatkan sesuatu norma yang ada dalam hidup bersama, teruji telah memperlihatkan adanya gangguan atau hambatan dalam diri individu. Seseorang yang mengalami emosi sering tidak lagi memerhatikan keadaan sekitarnya sesuatu keaktifan tidak dikerjakan oleh individu pada keadaan normal, kemungkinan akan dikerjakan pada saat individu dalam keadaan emosi. Dengan demikian maka emosi dipandang sebagai perasaan yang grundal lebih besar kekuatannya.[1]

B.    Karakteristik Perkembangan Emosi
.       Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak berada dibawah tekanan sosial dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai atau tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu kewaktu sebagi kosekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola prilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derejat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnyapola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Remaja sendiri menyadari bahwa aspek-aspek emosional dalam kehidupan adalah penting. Untuk selanjutnya berikut ini dibahas beberapa kondisi emosional seperti cinta, gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan dan kesemasan.
a.     Cinta/kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kepastiannya untuk mencintai seseorang dan kebutuhannya untuk mendapatkan cintadari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya. Remaja membutuhkan kasih saying dirumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah maka sikap menentang mereka, menyalahkan  mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali mengolok-olok mereka karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tidakan yang kurang bijaksana.
Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja, yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapakan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhan-kebutuahan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang memberontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan besar memungkinkannya disebabkan oleh kurangnya  rasanya cinta dan dicintai yang tidak disadari.

b.   Gembira
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang dialami selam remaja, jika menghitung hal-hal yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai cerita yang panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan emosional remaja.
Perasaan gembira dari remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah laku problema lain yang memantulkan kesedihan. Rasa bahagia akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya mendapat sambutan (diterima) oleh yang dicintai.

c.    Kemarahan dan Permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting di antara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadiannya. Pertama, di antra emosi-emosi ini adalah cinta, dimana kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Mendekati saat mencapai remaja, dia telah melalui banyak fase dalam perkembangan emosional, antara lain dalam kaitannya dengan perbuatan marah dan cara mengatakan kemarahan itu. Kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama, tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan  kendali emosional. Banyaknya hambatan yang menyebabkan anak kehilangan kendali terhadap rasa marah, sedikit berpengaruh pada kehidupan emosioal remaja. Tetapa rasa marah tersebut akan berlanjut pemunculannya apabila minat-minatnya, rencana-rencananya, dan tindakan-tindakannya dirintangi.
Dalam memahami remaja, ada 4 faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadikan dirinya sendiri. Meskipun marah seringkali tampak tolol dan tidak terkendali, namun rasa marah akan terus berlanjut sepanjang ada kehidupan, dan sangat berfungsi sebagai usaha individu untuk menjadi seorang individu sesuai dengan haknya. Selam masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi bebas/independent, dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihal lain yang berkuasa.
2. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mncapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap  dimana ada sisa sikap kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi sisa kemarahan masa lalu. Sikap-sikap permusuhan mungkin berbentuk dendam, kesedihan, prasangka, atau kecenderungan untuk merasa tersiksa. Sikap-sikap permusuhan dapat juga tampak dalam suatu kecenderungan untuk menjadi curiga dan keengganan atau menganggap bahwa  orang lain tidak bersahabat dan mempunyai motif yang jelek. Sikap-sikap permusuhan mungkin tampak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura; remaja bukannya menampakan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukan keinginan yang sangat besar.
3. Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang samara-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan.
4. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami.[2]

d.    Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang anak mencapai masa  remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
       Semua remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa di antara mereka merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang-ulang dengan kejadian dalam kehidupan sehari-sehari. Beberapa orang  dapat mengalami rasa takut sampai berhari-berhari atau bahkan sampai berminggu-minggu.

C.   Teori-teori emosi
       Bagaimana hubungan antara emosi dengan gejala gejala kejasmanian, yaitu apakah emosi yang menimbulkan gejala-gejala kejasmanian atau sebaliknya gejala-gejala kejasmanian yang menimbulkan emosi. Mengenai hal ini adanya pendapat yang satu berbeda dengan yang lain, justru pendapat yang ada bertentangan dengan pendapat yang lain. Pendapat ini sering dikenal dengan teori-teori emosi.
Ada dua pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan, bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pendapat yang empristik mengatakan, bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Salah satu penganut paham navistik adalah rena Descartes (1596-1650). Ia mengatakan bahwa sejak lahir manusia telah memiliki 6 emosi dasar, yaitu:
1.      Cinta
2.      Kegembiraan
3.      Keinginan
4.      Benci
5.      Sedih, dan
6.      Kagum
Di pihak kaum empiristik dapat kita catat nama William james (1842-1910) (amerika serikat) dan carl lange (Denmark). Menurut pandapat dan teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan–rangsangan yang datang dari luar. Gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari emosi oleh individu merupakan gejala kejasmanian. Menurut teori ini orang tidak menangis karena susah, tretapi sebaliknya ia susah karena menangis. Atau bila seseorang melihat harimau, maka reaksinya adalah peredaran darah semakin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru- paru lebih cepat memompa udara, dan sebagainya. Respon –respon tubuh  ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Jadi, orang itu berdebar-debar bukan karena takut setelah melihat harimau, melainkan karena berdebar- debar, maka timbul rasa takut.
Mengapa rasa ini timbul ? hal ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar, orang yang bersangkutan dari pengalaman-pengalamannya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya maka jantungnya berdebar- debar karena, karena itu debaran jantungnya dipersepsikan sebagai takut.
Teori dari james lense ini lebih menitikberatkan hal-hal yang bersifat perifir daripada yang bersifat sentral. Dan teori ini sering pula disebut sebagai paradoks dari james. Sementara itu, banyak para ahli mengadakan eksperimen-eksperimen untuk menguji sampai sejauh mana kebenaran teori james lange ini, ahli- ahli tersebut antara lain sherington dan cannon, yang umumnya menunjukkan bahwa apa yang dikemukakan oleh james tidak tepat.
Kemudian teori emosi lain dikemukakan oleh cannon, dengan teorinya yang dikenal dengan teori sentral. Menurut teori atau pendapat ini segala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-perubahan dalam fisiknya.
Teori emosi lain adalah teori kepribadian, menurut pendapat atau teori ini ialah bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi. Dimana pribadi ini tidak dapat dipisah- pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah.karena itu, maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian teori ini dikemukakan oleh J. linchoten.
Tokoh empiris lain yang mengemukakan teori emosi adalah wilhem hundt ( 1832- 1920), tetapi berbeda dengan W. james menyelidiki mengapa timbulnya emosi, w. wundt menguraikan jenis-jenis emosi. Menurut E. wundt ada tiga pasng kutub emosi, yaitu:
1.      Lust-unlust  (senang- tak senang )
2.      Spanning-losung (tegang-tegang)
3.      Eeregung-berubigung ( semangat-tenang)
D.   perubahan-perubahan pada tubuh saat terjadi emosi
Terutama pada emosi yang kuat, seringkali terjadi perubahan-perubahan pada tubuh kita, antara lain :
a.       Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
b.      Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
c.       Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut
d.      Pernafasan: bernafas panjang bila kecewa
e.       Pupil mata: membesar bila marah
f.       Liur: mengering kalau takut atau tegang
g.      Bulu roma: berdiri kalau takut
h.      Pencernaan: mencret-mencret kalau tegang
i.        Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar
j.        Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

E.   Menggolongkan emosi
       Membedakan satu emosi lainnya dan menggolongkan emosi lainnya dan menggolongkan emosi-emosi yang sejenis kedalam suatu golongan atau satu tipe sangat sukar dilakukan karena hal- hal berikut ini :
1)        Emosi yang sangat mendalam, misalnya sangat marah atau sangat takut menyebabkan aktivitas badan sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh aktif. Dalam keadaan seperti ini sukar menentukan apakah seseorang itu sedang takut atau sedang marah.
2)        Penghayatan, satu orang yang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya, kalau marah seseorang akan gemetar ditempat, tetapi lain  kali ia memaki-maki, atau mungkin lari.
3)        Nama emosi, nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan oleh sifat rangsangannya, bukanb pada keadaan emosinya sendiri. Jadi, takut adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya yang menjengkelkan.
4)        Pengenalan emosi. Pengenalan emosi secara subjektif dan intropekstif sukar dilakukan, karena selalu saja ada pengarh dari lingkungan.[3]

F.    Pertumbuhan emosi
       Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis, tetapi ia harus mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat tertawa, setelah anak itu sudah lebih besar, maka ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa dapat digunakan untuk maksud- maksud tertentu atau untuk situasi tertentu.j
       Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak menunjukkan perbuatan apapun, jadi dapat disimpulkan emosinya sedang dalam keadaan normal (netral).
       Tiga bulan kemudian baru tampak perbedaan. Pada saat ini terdapat dua eksminitas,yaitu rasa tertekan atau terganggu dan rasa senang atau rasa gembira. Senang atau gembira, merupakan perkembangan emosi lebih lanjut yang tidak terdapat  pada waktu lahir.
       Pada usia lima bulan, marah dan benci mulai dipisahkan dari rasa tertekan atau terganggu. Usia tujuh bulan mulai tampak perasaan takut. Antara usia 10-12 bulan perasaan bersemangat dan kasih sayang mulai terpisahkan dari rasa senang. Makin besar anak itu, makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga perkembangan emosinya semakin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi pada usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh prose belajar.[4]
       Pengaruh kebudayaan besar sekali terhaadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga expresi t6ersebut dapart dimengerti oleh orang-orang lain dalam kebudayaan yang sama. Klineberg pada trahun 1933 menyelediki literatur-literatur cina dan mendapatkan berbagai bentuk expresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia barat. Expresi-expresi itu antara lain
·         Menjulurkan lidah kalau keheranan
·         Bertepuk tangan kalau khawatir
·         Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia
       Yang juga dipelajari dalam perkembangan emosi adalah objek-objek dan situasi-situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang anak yang tidak pernah ditakut-takuti ditempat gelap, tindakan takut kepada tempat yang gelap. Pria amerika jarang menangis pada peristiwa-peristiwa seperti perkawinan, gagal ujian, dan sebagainya. Tetapi pria perancis lebih mudah untuk mencucurkan air mata dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
       Warna efektif pada seseorang memengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap objek atau situasi disekelilingnya. Ia dapat suka atau tidak menyukai suatu. Misalnya, bentuk yang paling ringan. Dari pada pengaruh emosi terhadap pandangan seseorang mengenai situasi objek dilingkungannya. Sikap yang bias positif, yaitu setuju, suka, senang terhadap sesuatu (misalnya sikap seseorang mahasiswa terhadap mata pelajaran yang disukainya), atau bias juga negative, yaitu tidak setuju, anti, muak, benci, terhadap sesuatu ( misalnya, sikap orang amerika berkulit putih terhadap orang amerika berkulit hitam).
       Sikap pada seseorang, setelah beberapa waktu, dapat menetap dan sikap untuk di ubah lagi, dan manjadi prasangka. Prasangka ini sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku, karena ia mewarnai tiap- tiap perbuatan yang berhubungan dengan suatu hal, sebelum hal- hal itu sendiri muncul dihadapan orang- orang yang bersangkutan.
       Sikap yang disertai dengan emosi yang berlebih–lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negative terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
       Perbuatan atau tingkah laku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak  senang yang terlalui menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samara-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi.
Ada dua pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan, bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pendapat yang empristik mengatakan, bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Salah satu penganut paham navistik adalah rena Descartes (1596-1650). Ia mengatakan bahwa sejak lahir manusia telah memiliki 6 emosi dasar, yaitu:
1.      cinta
2.      kegembiraan
3.      Benci
4.      Sedih, dan
5.      Kagum
6.      keinginan
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak berada dibawah tekanan sosial dan mereka menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu.

DAFTAR  PUSTAKA
Abdul Rahman,S., 2008, psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam, Jakarta: kencana.
Rakhmat,J., 2000, psikologi komunikasi, bandung : PT. Remaja Rosda Karya, edisi revisi, cet XV
Prof.dr.h.djaali, 2009, psikologi pendidikan, Jakarta:bumi aksara
http://febryandhikar.blogspot.com/2012/03/3-unsur-tentang-cinta.html


[1] Abdul Rahman, psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam,(Jakarta: kencana, 2008), hal 32.
[2] Ibid.,hal 34
[3] Rakhmat, psikologi komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), hal 78.
[4] Djaali, psikologi pendidikan, (Jakarta:  bumi aksara, 2009),  hal. 38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar