BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang
berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi
pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan
pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang
memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa adalah
pendekatan kontekstual (CTL). CTL dikembangkan oleh The Washington State
Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan
tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia
pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan
memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk
belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP
Depdiknas .Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam konteks
ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka
dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang
mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka
memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat
untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya. Tugas guru
dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai
tujuannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Kontekstuahl
Kata “Pendekatan” menurut Kamus Bahasa
Indonesia berarti hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan.
Menurut A.S Hornby dan E.C Parnwell, contextual berarti susunan atau hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya (yang membantu menunjukan arti).
Pengertian secara umum pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang digunakan pada proses belajar mengajar di mana materi kegiatannya berhubungan erat dengan pengalaman nyata secara di luar sekolah.
Tiap pokok bahasan bidang studi yang diajarkan harus menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan dalam proses belajar mengajar pada hakekatnya suatu usaha seorang guru untuk mengembangkan ke aktifan pembelajaran. Pendekatan yang telah digunakan berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya proses belajar mengajar yang diinginkan. Pendekatan dalam pembelajaran merupakan proses pengalaman untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran.
Menurut A.S Hornby dan E.C Parnwell, contextual berarti susunan atau hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya (yang membantu menunjukan arti).
Pengertian secara umum pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang digunakan pada proses belajar mengajar di mana materi kegiatannya berhubungan erat dengan pengalaman nyata secara di luar sekolah.
Tiap pokok bahasan bidang studi yang diajarkan harus menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan dalam proses belajar mengajar pada hakekatnya suatu usaha seorang guru untuk mengembangkan ke aktifan pembelajaran. Pendekatan yang telah digunakan berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya proses belajar mengajar yang diinginkan. Pendekatan dalam pembelajaran merupakan proses pengalaman untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran.
Pendekatan kontekstual merupakan perpaduan
beberapa pendekatan dan praktek pengajaran yang baik dan sudah kita kenal
sebelumnya misalnya pendekatan lingkungan, pendekatan konsep, pendekatan nilai,
pendekatan pemecahan masalah, pendekatan penemuan dan lain-lain.
Pada hakekatnya pendekatan kontekstual merupakan respon terhadap pendekatan yang telah ada dan populer yaitu behaviorisme yang menekankan pada konsep stimulus dan respon dengan pelatihan yang bersifat rill.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu teknik pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan pendekatan untuk membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga masyarakat.
Pada hakekatnya pendekatan kontekstual merupakan respon terhadap pendekatan yang telah ada dan populer yaitu behaviorisme yang menekankan pada konsep stimulus dan respon dengan pelatihan yang bersifat rill.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu teknik pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan pendekatan untuk membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga masyarakat.
B. Fungsi dan Tujuan Pendekatan Kontekstual
Adapun fungsi dari “pendekatan
kontekstual” pada proses belajar mengajar, yaitu:
a. Sebagai salah satu alternatif (pilihan) dalam penggunaan berbagai pendekatan pembelajaran.
b. Respon (tanggapan) terhadap pendekatan telah ada dan sudah terkenal (populer).
c. Memperbaiki kelemahan yang ada pada pelaksanaan proses belajar mengajar.
Sebagai salah satu atau bagian dari strategi belajar, pendekatan kontekstual mempunyai tujuan yaitu:
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
a. Sebagai salah satu alternatif (pilihan) dalam penggunaan berbagai pendekatan pembelajaran.
b. Respon (tanggapan) terhadap pendekatan telah ada dan sudah terkenal (populer).
c. Memperbaiki kelemahan yang ada pada pelaksanaan proses belajar mengajar.
Sebagai salah satu atau bagian dari strategi belajar, pendekatan kontekstual mempunyai tujuan yaitu:
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
C. Dasar Teori Penggunaan Pendekatan
Kontekstual
Berdasarkan Teori Para Ahli Pendidikan,
diantaranya : a.
Menurut Neman dan Logan,
dalam strategi dasar belajar mengajar meliputi empat masalah yang dapat
diterapkan dalam konteks pendidikan yaitu:
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik yang bagaimana diharapkan.
Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan oleh seorang guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Pada point kedua dapat diterangkan lebih lanjut, bahwa bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari dua orang dengan pendekatan berbeda akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama.
Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatan nya menggunakan berbagai disiplin ilmu.
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik yang bagaimana diharapkan.
Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan oleh seorang guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Pada point kedua dapat diterangkan lebih lanjut, bahwa bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari dua orang dengan pendekatan berbeda akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama.
Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatan nya menggunakan berbagai disiplin ilmu.
b. Menurut John Dewey (1915) menyatakan bahwa: “Kontekstual adalah filosofi
belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa”. Dapat
dijabarkan bahwa “penggunaan pendekatan kontekstual adalah filsafat belajar
yang mana dalam filsafat belajar itu sangat mengutamakan pada pengembangan
minat atau keinginan yang mendalam dan dari berbagai pengalaman hidup yang
telah di alami siswa itu sendiri.
c. Menurut Zakorik (1995) menyatakan bahwa: “dalam proses belajar akan sangat efektif apabila pengetahuan baru yang diberikan kepada siswa berdasarkan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari”.
c. Menurut Zakorik (1995) menyatakan bahwa: “dalam proses belajar akan sangat efektif apabila pengetahuan baru yang diberikan kepada siswa berdasarkan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari”.
D. Pembelajaran
Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic
Mathematics Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang
dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in freudenthal’s interpretation of
mathematicsas an activity. Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal
yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer
(1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut
meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok
persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.
Pendidikan matematika
realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di
Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari pendekatan realistik
adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan sifat- sifat yang
sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam Fauzan, 2002:
33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran matematika realistik yang
menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika
dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain itu disebutkan pula bahwa
pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan ( ditemukan kembali ) berdasar
pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran
matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan
sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya.
Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang dapat
dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Sedangkan matematisasi
vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu
sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan
dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa.
Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan
dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan
model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasi.
Pendekatan RME ini didasari oleh fakta bahwa matematika bukanlah stau kumpulan
aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari.
Freudenthal ( dalam TIM MKPBM, 2001:125) menyatakan “matematika bukan merupakan
suatu objek yang siap – saji untuk siswa, melainkan bahwa matematika adalah
“suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya.
Adapun Matematika realistik (MR) adalah matematika yangdisajikan sebagai
suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan pelajaran
yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan siswa
(kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).
Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran
matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Menggunakan konteks, artinya
dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan
yang telaha dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang
kontekstual bagi siswa.
2. Menggunakan model, artinya
permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model,
baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ketingkat abstrak. 3.
Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau penemuan
konsep yang didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. 4.
Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi
siswa,siswa dengan guru. Siswa dengan lingkungannya dan sebagainya. Intertwin, artinya
topik – topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan
pemahaman tentang sustu konsepsecara serentak.
Dengan mengkaji secara
mendalam prinsisp dan karakteristik pembelajaran matematika realistik tampak bahwa
pendekatan ini dikembangkan berlandaskan pda filsafat kontruktivisme. Paham ini
berpandangan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar
secara aktif. Penanaman sustu konsep tidak dapat dilakukan dengan
mentransferkan konsep itu dari satu orang ke orang lain. Tetapi seseorang yang
sedang belajar semestinya diberi keleluasaan dan dorongan untuk mengekspresikan
pikirannya dalam mengkonstruk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Aktivitas
ini dapat terjadi dengan cara memberikan permasalahan kepada siswa.
Permasalahan tersebut adalah permasalahan yang telh diakrabi siswa dalam
kehidupannya. Sebagai akibat dari peningkatan aktivitas siswa dalam
pembelajaran matematika realistik adalah berkurangnya domminasi guru. Dalam
pendekata ini guru lebih berfungsi sebagai fasilitator.
E. CTL
(contextual Teaching and Learning)
Contextual
Teaching and Learning merupakan
suatu proses pembelajaran holistic yang bertujuan untuk membelajarkan peserta
didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang
dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan
pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun cultural. Sehingga peserta didik
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan
ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual
Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan
lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
Jonhson (2007:67) menyatakan
bahwa pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and
Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat
makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu
konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan
pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL, tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari
dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua,
CTL mendorong agar siswa siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara
funsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga,
CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL
bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan
tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk
diotak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi
kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1.
Dalam CTL pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang
akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan
demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.
Pembelajaran
yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan
cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan
yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4.
Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut (applying knowledge)artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
5.
Melakukakan refleksi (reflecting knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
F.
ASAS-ASAS DALAM PEMBELAJARAN CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas, asas-asas ini
yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya
ketujuh asas ini dijelaskan di bawah ini.
- Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2.
Menemukan (inquiry)h
Menemukan
merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan
data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi
dari keingintahuan setiap individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru
tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa
dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab
melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat
berguna untuk :
1.
Menggali
informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran;
2.
Membangkitkan
motivasi siswa untuk belajar;
3.
Merangsang
keingintahuan siswa terhadap sesuatu;
4.
Memfokuskan
siswa pada sesuatu yang diinginkan ;dan
5.
Membimbing
siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman,
antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar terjadi
apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah, proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara bagaimana
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat
asing.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi
dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki pengetahuan. Misalkan
siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan
kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap
sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran
CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi
merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya
dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi
yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian nyata ( Authentic Assessment)
proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru
pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual,
sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes
dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam
CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab
itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar
seperti hasil tes akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Penilaian nyata (Authentic Assessment), adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan siswa.
G. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS
CTL:
1. Kerjasama
- Saling menunjang
- Menyenangkan, tidak membosankan
- Belajar dengan bergairah
- Pembelajaran terintegrasi
- Menggunakan berbagai sumber
- Siswa aktif
- Sharing dengan teman
- Siswa kritis guru kreatif
- Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
- Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.
H. Kelebihan dan kekurangan
pendekatan Kontekstual
Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih
produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode
pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun
untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa
agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka
sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran
sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
I. PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL (KONVENSIONAL)[1]
NO
|
CTL
|
TRADISIONAL
|
1
|
Siswa Aktif Terlibat
|
Siswa Penerima Informasi
|
2
|
Belajar Dengan Kerjasama
|
Belajar Individula
|
3
|
Berkaitan dengan
kehidupan nyata
|
Abstrak dan teoritis
|
4
|
Perilaku dibangun
atas kesadaran diri
|
Perilaku di bangun
atas kebiasaan
|
5
|
Keterampilan dibangun
atas dasar pemahaman
|
Keterampilan dibangun
atas dasar latihan
|
6
|
Memperoleh kepuasaan
diri
|
Memperoleh pujian dan
nilai saja
|
7
|
Kesadaran untuk tidak
melakukan yang jelek tumbuh dari dalam
|
Tidak melkukan yang
jelek karena takut hukuman
|
8
|
Bahasa diajarkan
dengan komikatif,diguanakan dalam konteks nyata
|
Bahasa diajarkan
dengan pendekatan Struktural, kemudian dilatihkan
|
9
|
Pemahaman rumus
dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
|
Rumus ada di luar
diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan
|
10
|
Pemahaman rumus
relatif berbeda
|
Rumus adalah
kebenaran absolute
|
11
|
Rumus adalah
kebenaran absolute
|
Siswa pasif hanya
menerima tanpa kontribusi ide
|
12
|
Pengetahuan dibangun
dari kebermaknaan
|
Pengetahuan ditangkap
dari fakta, konsep, atau hukum
|
13
|
Pengetahuan selalu
berkembang sejalan dengan fenomena baru
|
Kebenaran bersifat
absolut dan pengetahuan bersifat final
|
14
|
Siswa
bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran
|
Guru adalah penentu
jalannya proses pembelajaran
|
15
|
Penghargaan terhadap
pengalaman siswa sangat diutamakan
|
Pembelajaran tidak
memperhatikan pengalaman siswa
|
16
|
. Hasil belajar
diukur dengan prinsip Alternative Assessment
|
Hasil belajar diukur
dengan tes
|
17
|
Pembelajaran terjadi
di berbagai tempat, konteks, dan setting
|
Pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas
|
18
|
Penyesalan adalah
hukuman dari perilaku jelek
|
Sanksi adalah hukuman
dari perilaku jelek
|
19
|
Perilaku baik
berdasar motivasi instrinsik
|
Perilaku baik
berdasar motivasi akstrinsik
|
20
|
Berperilaku baik
karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
|
. Berperilaku baik
karena terbiasa melakukan begitu, dan karena mendapat hadiah
|
Beberapa Perbedaan Pokok diatas,
Menggambarakan Bahwa CTL Memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat
dari asumsi maupun dari Proses pelaksanaan dan Peneglolaannya.
Pemikiran
tentang belajar
Pendekatan
kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar
sebagai berikut.
1.
Proses belajar
- Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
- Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
- Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
- Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
- Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
- Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2.
Transfer Belajar
- Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
- Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
- Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3.
Siswa sebagai Pembelajar
- Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
- Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
- Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
- Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4.
Pentingnya Lingkungan Belajar
- Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
- Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
- Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
- Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Penerapan Pendekatan Kontekstual Di
Kelas
Pembelajaran
Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
- kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan masyarakat belajar.
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan
Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama Mata
Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : VIII/ 1 Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linier dua variabel
Sub Pokok Bahasan : Menentukan penyelesaian SPLDV
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Jumlah Pertemuan : 1 kali pertemuan
A. Standar Kompetensi : Aljabar
Memahami sistem persamaan linier dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
B. Kompetensi Dasar : Menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel
C. Indikator :
Mengenal persamaan linier dua variabel
Membuat bentuk matematika permasalahan sehari - hari
Menentukan penyelesaian suatu masalah yang dinyatakan dalam model matematika berbentuk SPLDV
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari sub pokok bahasan ini siswa :
a. Dapat mengenal bentuk persamaan linier dua variabel
b. Dapat membuat bentuk persamaan linier dua variabel
c. Dapat meningkatkan pemahaman, penalaran dan komunikasi matematika tentang masalah sehari-hari yang berhubungan dengan SPLDV
d. Dapat menentukan penyelesaian SPLDV dengan metode grafik,substitusi dan eliminasi
E. Materi Pelajaran : Sistem Persamaan linier dua variabel
Sistem Persamaan linier dua variabel adalah persamaan - persamaan yang yang memiliki dua varibel berpangkat satu.
Masalah yang berbentuk model matematika SPLDV dapat diselesaikan dengan metode grafik,eliminasi dan substitusi.
F. Strategi Pembelajaran
1. Setting Pembelajaran : Secara berkelompok
2. Pendekatan Pembelajaran : Matematika Realistik
3. Alat Peraga : Gambar objek dan model dari masalah sehari -hari berkaitan dengan SPLDV
4. Materi Prasyarat : Persamaan linier satu variabel
5. Media : Lembar Kerja Siswa (LKS)
Buku teks Matematika Kelas VIII SMP
G. Langkah-langkah Pembelajaran :
1. Pendahuluan
a. Guru melakukan apersepsi dari pelajaran sebelumnya tentang persamaan linier satu variabel.
b. Guru menginformasikan tentang materi pelajaran apa yang akan dibahas dan model pembelajaran yang akan diterapkan, penggunaan lembaran kerja siswa (LKS) beserta aktivitas yang akan dikerjakan siswa dalam pembelajaran c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah maksimum 5-6 orang dalam satu kelompok
d. Sebagai motivasi dilakukan tanya-jawab tentang masalah kontekstual berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel.
Misalnya : Dengan pertanyaan : ”Pernahkah kalian membeli dua jenis alat –alat tulis yang sama dari koperasi sekolah dengan seorang temanmu dengan jumlah pembayaran harga yang berbeda ?”
II. Kegiatan Ini
1. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
• Menyajikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel. (LKS) seperti soal No. 1 dan No. 2.
• Guru dengan peran sebagai fasilitator memberi bantuan pada siswa untuk memahami masalah kontekstuial/ sehari –hari yang nyata dipahami oleh siswa.
• Guru sebagai fasilitator memandu siswa dan berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain serta mengawasi dan memberi motivasi bagi siswa agar dapat menemukan sendiri model matematika yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.
• Meminta salah seorang siswa untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dan cara penyelesaian soal nomor 1 di depan kelas.
• Memberi kesempatan pada beberapa orang siswa yang lain untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dengan memakai variabel lain yang berbeda.
• Memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dan memilih model matematika yang sesuai dan benar.
• Guru melakukan refleksi dan evaluasi membimbing siswa hingga sampai memahami konsep matematika formal.
• Guru melakukan hal yang sama pada soal nomor 2.
• Berdasarkan pengalaman siswa dan dengan menggunakan pemodelan dari soal nomor 1 guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal nomor 2.
• Berdasarkan soal nomor 1, Guru membimbing siswa untuk menemukan bentuk model matematika yang sesuai .
• Secara berkelompok siswa menyelesaikan masalah konstekstual (LKS) soal nomor 1dan nomor 2 dengan tahapan kegiatan yang dilakukan siswa sebagai berikut :
• Membaca dan memahami permasalahan sehingga diharapkan siswa dapat menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, pemodelan dan cara penyelesaiananya.
• Merumuskan model dan memilih metode yang tepat untuk menyelesaikan dari masalah kontekstual yang dilanjutkan dengan menyajikannya di depan kelas.
Kelas/ Semester : VIII/ 1 Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linier dua variabel
Sub Pokok Bahasan : Menentukan penyelesaian SPLDV
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Jumlah Pertemuan : 1 kali pertemuan
A. Standar Kompetensi : Aljabar
Memahami sistem persamaan linier dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
B. Kompetensi Dasar : Menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel
C. Indikator :
Mengenal persamaan linier dua variabel
Membuat bentuk matematika permasalahan sehari - hari
Menentukan penyelesaian suatu masalah yang dinyatakan dalam model matematika berbentuk SPLDV
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari sub pokok bahasan ini siswa :
a. Dapat mengenal bentuk persamaan linier dua variabel
b. Dapat membuat bentuk persamaan linier dua variabel
c. Dapat meningkatkan pemahaman, penalaran dan komunikasi matematika tentang masalah sehari-hari yang berhubungan dengan SPLDV
d. Dapat menentukan penyelesaian SPLDV dengan metode grafik,substitusi dan eliminasi
E. Materi Pelajaran : Sistem Persamaan linier dua variabel
Sistem Persamaan linier dua variabel adalah persamaan - persamaan yang yang memiliki dua varibel berpangkat satu.
Masalah yang berbentuk model matematika SPLDV dapat diselesaikan dengan metode grafik,eliminasi dan substitusi.
F. Strategi Pembelajaran
1. Setting Pembelajaran : Secara berkelompok
2. Pendekatan Pembelajaran : Matematika Realistik
3. Alat Peraga : Gambar objek dan model dari masalah sehari -hari berkaitan dengan SPLDV
4. Materi Prasyarat : Persamaan linier satu variabel
5. Media : Lembar Kerja Siswa (LKS)
Buku teks Matematika Kelas VIII SMP
G. Langkah-langkah Pembelajaran :
1. Pendahuluan
a. Guru melakukan apersepsi dari pelajaran sebelumnya tentang persamaan linier satu variabel.
b. Guru menginformasikan tentang materi pelajaran apa yang akan dibahas dan model pembelajaran yang akan diterapkan, penggunaan lembaran kerja siswa (LKS) beserta aktivitas yang akan dikerjakan siswa dalam pembelajaran c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah maksimum 5-6 orang dalam satu kelompok
d. Sebagai motivasi dilakukan tanya-jawab tentang masalah kontekstual berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel.
Misalnya : Dengan pertanyaan : ”Pernahkah kalian membeli dua jenis alat –alat tulis yang sama dari koperasi sekolah dengan seorang temanmu dengan jumlah pembayaran harga yang berbeda ?”
II. Kegiatan Ini
1. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
• Menyajikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel. (LKS) seperti soal No. 1 dan No. 2.
• Guru dengan peran sebagai fasilitator memberi bantuan pada siswa untuk memahami masalah kontekstuial/ sehari –hari yang nyata dipahami oleh siswa.
• Guru sebagai fasilitator memandu siswa dan berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain serta mengawasi dan memberi motivasi bagi siswa agar dapat menemukan sendiri model matematika yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.
• Meminta salah seorang siswa untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dan cara penyelesaian soal nomor 1 di depan kelas.
• Memberi kesempatan pada beberapa orang siswa yang lain untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dengan memakai variabel lain yang berbeda.
• Memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dan memilih model matematika yang sesuai dan benar.
• Guru melakukan refleksi dan evaluasi membimbing siswa hingga sampai memahami konsep matematika formal.
• Guru melakukan hal yang sama pada soal nomor 2.
• Berdasarkan pengalaman siswa dan dengan menggunakan pemodelan dari soal nomor 1 guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal nomor 2.
• Berdasarkan soal nomor 1, Guru membimbing siswa untuk menemukan bentuk model matematika yang sesuai .
• Secara berkelompok siswa menyelesaikan masalah konstekstual (LKS) soal nomor 1dan nomor 2 dengan tahapan kegiatan yang dilakukan siswa sebagai berikut :
• Membaca dan memahami permasalahan sehingga diharapkan siswa dapat menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, pemodelan dan cara penyelesaiananya.
• Merumuskan model dan memilih metode yang tepat untuk menyelesaikan dari masalah kontekstual yang dilanjutkan dengan menyajikannya di depan kelas.
III. Kegiatan
Penutup
Guru memberikan Tugas Rumah
Siswa dianjurkan untuk membaca dan memahami materi pelajaran pertemuan berikutnya
IV. Evaluasi
a. Aspek yang dinilai
Aspek Kognitif :
Dapat menyebutkan pengertian persamaan linier 2 variabel dan serta mampu menyelesaikan soal-soal masalah sehari – hari yang berkaitan dengan persamaan linier 2 variabel melalui pemodelan matematika.
Aspek Afektif
Keaktifan dalam diskusi kelas, memperhatikan secara seksama jalannya diskusi, dan keikutsertaan dalam menyimpulkan hasil diskusi dan aktif menyelesaikan tugas rumah.
Guru memberikan Tugas Rumah
Siswa dianjurkan untuk membaca dan memahami materi pelajaran pertemuan berikutnya
IV. Evaluasi
a. Aspek yang dinilai
Aspek Kognitif :
Dapat menyebutkan pengertian persamaan linier 2 variabel dan serta mampu menyelesaikan soal-soal masalah sehari – hari yang berkaitan dengan persamaan linier 2 variabel melalui pemodelan matematika.
Aspek Afektif
Keaktifan dalam diskusi kelas, memperhatikan secara seksama jalannya diskusi, dan keikutsertaan dalam menyimpulkan hasil diskusi dan aktif menyelesaikan tugas rumah.
LEMBAR KERJA SISWA
(LKS)
(LKS)
Sistem Persamaan
linier dua Variabel
1. Bu Erni dan Bu Erna belanja buah bersama-sama di pasar. Bu Erni membeli 3 ikat rambutan dan 4 ikat manggis seharga Rp 28.000,00 Dari pedagang yang sama Bu Erna membeli 4 ikat rambuatan dan 2 ikat manggis dan membayar seharga Rp 24.000,00..
a. Buatlah model matematika dari masalah di atas.
b. Selesaikan sistem persamaan yang diperoleh dengan cara eliminasi.
c. Berapakah harga masing –masing satu ikat rambutan dan manggis ?
1. Bu Erni dan Bu Erna belanja buah bersama-sama di pasar. Bu Erni membeli 3 ikat rambutan dan 4 ikat manggis seharga Rp 28.000,00 Dari pedagang yang sama Bu Erna membeli 4 ikat rambuatan dan 2 ikat manggis dan membayar seharga Rp 24.000,00..
a. Buatlah model matematika dari masalah di atas.
b. Selesaikan sistem persamaan yang diperoleh dengan cara eliminasi.
c. Berapakah harga masing –masing satu ikat rambutan dan manggis ?
2. Sebidang
tanah memiliki ukuran panjang 8 meter lebih panjang dari pada lebarnya .Jika
keliling sebidang tanah tersebut adalah 44 m,tentukanlah :
a. Model matematika masalah di atas.
b. Ukuran panjang dan lebarnya.
c. Luas tanah tersebut.
d. Jika tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100.000,00 per meter persegi, berapakah harga jual tanah tersebut ?
a. Model matematika masalah di atas.
b. Ukuran panjang dan lebarnya.
c. Luas tanah tersebut.
d. Jika tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100.000,00 per meter persegi, berapakah harga jual tanah tersebut ?
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
pendekatan
kontekstual adalah pendekatan yang digunakan pada proses belajar mengajar di
mana materi kegiatannya berhubungan erat dengan pengalaman nyata secara di luar
sekolah.
pendekatan kontekstual mempunyai tujuan
yaitu:
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata.
Pendidikan matematika
realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di
Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari pendekatan realistik
adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan sifat- sifat yang
sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam Fauzan, 2002:
33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran matematika realistik
yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali
matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain itu disebutkan pula
bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan ( ditemukan kembali )
berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar