Minggu, 11 Mei 2014

Contextual Teaching and Learning

BAB 1
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (CTL). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga  yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas .Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. 
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Pendekatan Kontekstuahl     
Kata “Pendekatan” menurut Kamus Bahasa Indonesia berarti hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. 
Menurut A.S Hornby dan E.C Parnwell, contextual berarti susunan atau hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya (yang membantu menunjukan arti).
  
Pengertian secara umum pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang digunakan pada proses belajar mengajar di mana materi kegiatannya berhubungan erat dengan pengalaman nyata secara di luar sekolah.
        
Tiap pokok bahasan bidang studi yang diajarkan harus menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan dalam proses belajar mengajar pada hakekatnya suatu usaha seorang guru untuk mengembangkan ke aktifan pembelajaran. Pendekatan yang telah digunakan berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya proses belajar mengajar yang diinginkan. Pendekatan dalam pembelajaran merupakan proses pengalaman untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap materi pelajaran.
Pendekatan kontekstual merupakan perpaduan beberapa pendekatan dan praktek pengajaran yang baik dan sudah kita kenal sebelumnya misalnya pendekatan lingkungan, pendekatan konsep, pendekatan nilai, pendekatan pemecahan masalah, pendekatan penemuan dan lain-lain.    
Pada hakekatnya pendekatan kontekstual merupakan respon terhadap pendekatan yang telah ada dan populer yaitu behaviorisme yang menekankan pada konsep stimulus dan respon dengan pelatihan yang bersifat rill.
      
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu teknik pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan pendekatan untuk membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Pembelajaran ini memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga masyarakat.
B.       Fungsi dan Tujuan Pendekatan Kontekstual      
Adapun fungsi dari “pendekatan kontekstual” pada proses belajar mengajar, yaitu:
a. Sebagai salah satu alternatif (pilihan) dalam penggunaan berbagai pendekatan pembelajaran.
b. Respon (tanggapan) terhadap pendekatan telah ada dan sudah terkenal (populer).
c. Memperbaiki kelemahan yang ada pada pelaksanaan proses belajar mengajar.
Sebagai salah satu atau bagian dari strategi belajar, pendekatan kontekstual mempunyai tujuan yaitu:
       
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
  
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata
.
C.       Dasar Teori Penggunaan Pendekatan Kontekstual                                              
Berdasarkan Teori Para Ahli Pendidikan, diantaranya :                                           a.  Menurut Neman dan Logan, dalam strategi dasar belajar mengajar meliputi empat masalah yang dapat diterapkan dalam konteks pendidikan yaitu:       
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik yang bagaimana diharapkan.
  
Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
        
Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
      
Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan oleh seorang guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
  
Pada point kedua dapat diterangkan lebih lanjut, bahwa bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang dipelajari dua orang dengan pendekatan berbeda akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak sama.
     
Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatan nya menggunakan berbagai disiplin ilmu.
      
b. Menurut John Dewey (1915) menyatakan bahwa: “Kontekstual adalah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa”. Dapat dijabarkan bahwa “penggunaan pendekatan kontekstual adalah filsafat belajar yang mana dalam filsafat belajar itu sangat mengutamakan pada pengembangan minat atau keinginan yang mendalam dan dari berbagai pengalaman hidup yang telah di alami siswa itu sendiri.
c. Menurut Zakorik (1995) menyatakan bahwa: “dalam proses belajar akan sangat efektif apabila pengetahuan baru yang diberikan kepada siswa berdasarkan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari”.
D.      Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan Realistic mathematics education is rooted in freudenthal’s interpretation of mathematicsas an activity. Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer (1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.
Pendidikan matematika realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari pendekatan realistik adalah  bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan sifat- sifat yang sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam Fauzan, 2002: 33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan ( ditemukan kembali ) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.
Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini.           
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasi. Pendekatan RME ini didasari oleh fakta bahwa matematika bukanlah stau kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Freudenthal ( dalam TIM MKPBM, 2001:125) menyatakan “matematika bukan merupakan suatu objek yang siap – saji untuk siswa, melainkan bahwa matematika adalah “suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya. Adapun Matematika realistik (MR) adalah  matematika yangdisajikan sebagai suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan siswa (kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).       
 Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1.    Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telaha dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.
2.    Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ketingkat abstrak.                                                                                                  3.    Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep yang didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.                                                    4.    Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa,siswa dengan guru. Siswa dengan lingkungannya dan sebagainya. Intertwin, artinya topik – topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang sustu konsepsecara serentak.
Dengan mengkaji secara mendalam prinsisp dan karakteristik pembelajaran matematika realistik tampak bahwa pendekatan ini dikembangkan berlandaskan pda filsafat kontruktivisme. Paham ini berpandangan  bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktif. Penanaman sustu konsep tidak dapat dilakukan dengan mentransferkan konsep itu dari satu orang ke orang lain. Tetapi seseorang yang sedang belajar semestinya diberi keleluasaan dan dorongan untuk mengekspresikan pikirannya dalam mengkonstruk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini dapat terjadi dengan cara memberikan permasalahan kepada siswa. Permasalahan tersebut adalah permasalahan yang telh diakrabi siswa dalam kehidupannya. Sebagai akibat dari peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika realistik adalah berkurangnya domminasi guru. Dalam pendekata ini guru  lebih berfungsi sebagai fasilitator.
E.    CTL (contextual Teaching and Learning)
Contextual Teaching and Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistic yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun cultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya. ). CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga  yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
Jonhson (2007:67) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL, tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara funsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk diotak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1.        Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.        Pembelajaran  yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya
3.        Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4.        Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5.        Melakukakan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

F.        ASAS-ASAS DALAM PEMBELAJARAN CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas, asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas ini dijelaskan di bawah ini.
  1. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2.      Menemukan (inquiry)h
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion). 
3.      Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu. Sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.                                                                                                                   Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk :
1.      Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran;
2.      Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar;
3.      Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu;
4.      Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan ;dan
5.      Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5.      Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah, proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara bagaimana mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki pengetahuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6.      Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7.      Penilaian nyata ( Authentic Assessment)
proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Penilaian nyata (Authentic Assessment), adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
G.      KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS CTL:
1.      Kerjasama
  1. Saling menunjang
  2. Menyenangkan, tidak membosankan
  3. Belajar dengan bergairah
  4. Pembelajaran terintegrasi
  5. Menggunakan berbagai sumber
  6. Siswa aktif
  7. Sharing dengan teman
  8. Siswa kritis guru kreatif
  9. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  10. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain.
H.      Kelebihan dan kekurangan pendekatan Kontekstual
Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan

1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.    

I. PERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL (KONVENSIONAL)[1]
NO
CTL
TRADISIONAL
1
Siswa Aktif Terlibat
Siswa Penerima Informasi
2
Belajar Dengan Kerjasama
Belajar Individula
3
Berkaitan dengan kehidupan nyata
Abstrak dan teoritis
4
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku di bangun atas kebiasaan
5
Keterampilan dibangun atas dasar pemahaman
Keterampilan dibangun atas dasar latihan
6
Memperoleh kepuasaan diri
Memperoleh pujian dan nilai saja
7
Kesadaran untuk tidak melakukan yang jelek tumbuh dari dalam
Tidak melkukan yang jelek karena takut hukuman
8
Bahasa diajarkan dengan komikatif,diguanakan dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan Struktural, kemudian dilatihkan
9
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan
10
Pemahaman rumus relatif berbeda
Rumus adalah kebenaran absolute
11
Rumus adalah kebenaran absolute
Siswa pasif hanya menerima tanpa kontribusi ide
12
Pengetahuan dibangun dari kebermaknaan

Pengetahuan ditangkap dari fakta, konsep, atau hukum

13
Pengetahuan selalu berkembang sejalan dengan fenomena baru

Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final

14
Siswa bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

15
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa

16
. Hasil belajar diukur dengan prinsip Alternative Assessment

Hasil belajar diukur dengan tes

17
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting

Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas

18
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek

19
Perilaku baik berdasar motivasi instrinsik

Perilaku baik berdasar motivasi akstrinsik
20
Berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
. Berperilaku baik karena terbiasa melakukan begitu, dan karena mendapat hadiah


            Beberapa Perbedaan Pokok diatas, Menggambarakan Bahwa CTL Memang memiliki karakteristik tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun dari Proses pelaksanaan dan Peneglolaannya.
Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
  • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
  • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
  • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
  • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
  • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
  • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2. Transfer Belajar
  • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
  • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
  • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
  • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
  • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
  • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
  • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
  • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
  • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
  • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
  • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
      Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
  • Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
  • kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  • Ciptakan masyarakat belajar.
  • Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  • Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  • Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN             (RPP)                                              Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama                                                        Mata Pelajaran : Matematika         
Kelas/ Semester : VIII/ 1 Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linier dua variabel   
Sub Pokok Bahasan : Menentukan penyelesaian SPLDV     
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Jumlah Pertemuan : 1 kali pertemuan            

A. Standar Kompetensi : Aljabar       
Memahami sistem persamaan linier dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.           
B. Kompetensi Dasar : Menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel            
C. Indikator :
Mengenal persamaan linier dua variabel        
Membuat bentuk matematika permasalahan sehari - hari      
Menentukan penyelesaian suatu masalah yang dinyatakan dalam model matematika berbentuk SPLDV   

D. Tujuan Pembelajaran         
Setelah mempelajari sub pokok bahasan ini siswa :   
a. Dapat mengenal bentuk persamaan linier dua variabel      
b. Dapat membuat bentuk persamaan linier dua variabel      
c. Dapat meningkatkan pemahaman, penalaran dan komunikasi matematika tentang masalah sehari-hari yang berhubungan dengan SPLDV
d. Dapat menentukan penyelesaian SPLDV dengan metode grafik,substitusi dan eliminasi           


E. Materi Pelajaran : Sistem Persamaan linier dua variabel   
Sistem Persamaan linier dua variabel adalah persamaan - persamaan yang yang memiliki dua varibel berpangkat satu.                      
Masalah yang berbentuk model matematika SPLDV dapat diselesaikan dengan metode grafik,eliminasi dan substitusi.                               

F. Strategi Pembelajaran        
1. Setting Pembelajaran : Secara berkelompok          
2. Pendekatan Pembelajaran : Matematika Realistik 
3. Alat Peraga : Gambar objek dan model dari masalah sehari -hari berkaitan dengan SPLDV       
4. Materi Prasyarat : Persamaan linier satu variabel   
5. Media : Lembar Kerja Siswa (LKS)          
Buku teks Matematika Kelas VIII SMP       
G. Langkah-langkah Pembelajaran     :
1. Pendahuluan          
a. Guru melakukan apersepsi dari pelajaran sebelumnya tentang persamaan linier satu variabel.     
b. Guru menginformasikan tentang materi pelajaran apa yang akan dibahas dan model pembelajaran yang akan diterapkan, penggunaan lembaran kerja siswa (LKS) beserta aktivitas yang akan dikerjakan siswa dalam pembelajaran c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah maksimum 5-6 orang dalam satu kelompok            
d. Sebagai motivasi dilakukan tanya-jawab tentang masalah kontekstual berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel.   
Misalnya : Dengan pertanyaan : ”Pernahkah kalian membeli dua jenis alat –alat tulis yang sama dari koperasi sekolah dengan seorang temanmu dengan jumlah pembayaran harga yang berbeda ?”         

II. Kegiatan Ini          

1. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa     
• Menyajikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan sistem persamaan linier dua variabel. (LKS) seperti soal No. 1 dan No. 2.        
• Guru dengan peran sebagai fasilitator memberi bantuan pada siswa untuk memahami masalah kontekstuial/ sehari –hari yang nyata dipahami oleh siswa.
• Guru sebagai fasilitator memandu siswa dan berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain serta mengawasi dan memberi motivasi bagi siswa agar dapat menemukan sendiri model matematika yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.         
• Meminta salah seorang siswa untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dan cara penyelesaian soal nomor 1 di depan kelas.         
• Memberi kesempatan pada beberapa orang siswa yang lain untuk menyajikan model matematika dari permasalahan dengan memakai variabel lain yang berbeda.            
• Memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dan memilih model matematika yang sesuai dan benar.     
• Guru melakukan refleksi dan evaluasi membimbing siswa hingga sampai memahami konsep matematika formal.           
• Guru melakukan hal yang sama pada soal nomor 2.           
• Berdasarkan pengalaman siswa dan dengan menggunakan pemodelan dari soal nomor 1 guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal nomor 2. 
• Berdasarkan soal nomor 1, Guru membimbing siswa untuk menemukan bentuk model matematika yang sesuai .           
• Secara berkelompok siswa menyelesaikan masalah konstekstual (LKS) soal nomor 1dan nomor 2 dengan tahapan kegiatan yang dilakukan siswa sebagai berikut :       
• Membaca dan memahami permasalahan sehingga diharapkan siswa dapat menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, pemodelan dan cara penyelesaiananya.  
• Merumuskan model dan memilih metode yang tepat untuk menyelesaikan dari masalah kontekstual yang dilanjutkan dengan menyajikannya di depan kelas.  

III. Kegiatan Penutup
Guru memberikan Tugas Rumah       
Siswa dianjurkan untuk membaca dan memahami materi pelajaran pertemuan berikutnya
IV. Evaluasi   
a. Aspek yang dinilai 
Aspek Kognitif :        
Dapat menyebutkan pengertian persamaan linier 2 variabel dan serta mampu menyelesaikan soal-soal masalah sehari – hari yang berkaitan dengan persamaan linier 2 variabel melalui pemodelan matematika.  

Aspek Afektif            
Keaktifan dalam diskusi kelas, memperhatikan secara seksama jalannya diskusi, dan keikutsertaan dalam menyimpulkan hasil diskusi dan aktif menyelesaikan tugas rumah.  



LEMBAR KERJA SISWA         
(LKS)
Sistem Persamaan linier dua Variabel            

1. Bu Erni dan Bu Erna belanja buah bersama-sama di pasar. Bu Erni membeli 3 ikat rambutan dan 4 ikat manggis seharga Rp 28.000,00 Dari pedagang yang sama Bu Erna membeli 4 ikat rambuatan dan 2 ikat manggis dan membayar seharga Rp 24.000,00..     
a. Buatlah model matematika dari masalah di atas.               
b. Selesaikan sistem persamaan yang diperoleh dengan cara eliminasi.                     
c. Berapakah harga masing –masing satu ikat rambutan dan manggis ?
2. Sebidang tanah memiliki ukuran panjang 8 meter lebih panjang dari pada lebarnya .Jika keliling sebidang tanah tersebut adalah 44 m,tentukanlah :    
a. Model matematika masalah di atas.           
b. Ukuran panjang dan lebarnya.       
c. Luas tanah tersebut.           
d. Jika tanah tersebut dijual dengan harga Rp 100.000,00 per meter persegi, berapakah harga jual tanah tersebut ?           












BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
 pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang digunakan pada proses belajar mengajar di mana materi kegiatannya berhubungan erat dengan pengalaman nyata secara di luar sekolah.     
pendekatan kontekstual mempunyai tujuan yaitu:          
Meningkatkan motivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
 
Mengembangkan kreativitas fisik dan mental siswa dalam belajar.
  
Membantu guru dalam mengaitkan isi atau materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata
.
Pendidikan matematika realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari pendekatan realistik adalah  bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan sifat- sifat yang sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam Fauzan, 2002: 33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan ( ditemukan kembali ) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.


DAFTAR PUSTAKA           





[1] Ibid hal:260.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar